Ke Bandung Lagi

Kebetulan di Bulan April kemaren, ada libur hari Jum’at. Nah kesempatan nih untuk Liburan Singkat di Kota yang dipimpin oleh Kang Emil. Dari Tanjungpinang, kami berangkat ke Bandung lewat Sriwijaya Air via Jakarta. Mungkin karena mau liburan ya, Kami terjebak macet hampir 7 jam di tol arah Karawang, Eh setelah lewat dari Bekasi, malah lancar Trafficnya. Liburan ini spiritual banget lah. Kami nginapnya di penginapan Daarun Najah Cottage milik Aa Gym di kawasan Daarut Tauhid.

Sila Tengok Foto-fotonya:

Rencana Buku Kuliner Tanjungpinang. cita rasa dunia dalam satu kota

Mie Lendir, Prata Pagi Sore, Nasi Goreng Pak Haji, Bakso Solo, Cendol Potong Lembu. Semua Kuliner tersebut bagi warga Tanjungpinang tentu sudah menancap dalam pikiran (top of Mind) karena Branding yang sudah sangat kuat terbangun oleh cita rasa dan bisa jadi membentuk suatu ingatan khas terhadap salah satu dari kuliner tersebut.

Namun ternyata sejarah dan hal-hal lain di sebalik Penciptaan Kuliner Khas tersebut tak kalah menarik untuk diketahui. Mengambil satu contoh pada Cendol Hwa Tie yang bahkan sudah eksis sejak 1964, jika dihitung eksistensinya maka sudah berusia 49 tahun perniagaan Cendol tetap berjalan hingga turun-temurun dalam beberpa generasi. Eksistensi selama itu tentu menjadi hal yang menarik untuk diketahui bagaimana Cendol itu menjadi mampu menjadi branding Potong lembu dan memimpin pasar. Sebab dimana-mana yang menjadi perbincangan adalah ketika kita menyebut cendol yang khas, pasti orang-orang menyebutnya Cendol Potong Lembu. Secara Tak langsung karena letak outlet Cendolnya di Potong lembu,maka di benak orang terasosiasikan Cendol dan Potong Lembu, menjadi satu sebutan “cendol potong lembu”.  bersambung….

cerita belum ada judul

Belum ada Judul..

Lampion-lampion di tepi jalan merdeka itu bergerak ringan karena tertiup angin semilir yang menandakan musim angin utara masih berlangsung. Gugusan-gugusan lampion berwarna merah yang tersusun rapi itu semakin semarak ketika malam tiba. Gapura Merah yang khusus dibangun untuk menyambut imlek dengan selaksa lampu neon semakin menciptakan gegap gempita suasana imlek di Kota Tanjungpinang ini. Perlahan aku berjalan menyusuri Merdeka Walk yang ditata khusus untuk Pejalan Kaki itu. Benar, Jalan merdeka di tahun 2020 ini sudah sangat berubah. Kalau dulu sangat semrawut, macet, tidak tertata dengan kendaraan yang parkir sesuka pemiliknya, kini situasi tersebut berubah 180 derajat.  Mobil-mobil dan motor para penduduk yang bermukim di sepanjang jalan merdeka kini memiliki tempat parkir baru,  di bekas reruntuhan Sekolah Toon Pooh yang sengaja dirubuhkan oleh Pemerintah Kota beberapa tahun silam yang kemudian oleh pihak swasta dibangun menjadi lahan parkir.

Satu hal yang membuat aku takjub adalah selain menjadi Kawasan khusus pedestrian, ternyata para penduduk Jalan merdeka mulai tertib memakai Sepeda sebagai kendaraan mereka untuk sekedar berpergian jarak dekat seperti ke pasar ikan atau pelantar. Ternyata kota ini sudah begitu banyak berubah semenjak aku meninggalkan kota ini selama 5 tahun untuk melanjutkan Studi Pascasarjanaku di Leiden.

Kondisi yang dulu semrawut, kini tertata sedemikian rapi. Namun tak semua kawasan diperuntukan sebagai pedestrian area, masih ada sebagian jalan yang dipertahankan sebagai area lalu-lalang transport, julukan angkutan kota. Transport yang menjadi angkutan umum penduduk kota tanjungpinang kini sudah sangat berubah, tak ugal-ugalan dan sesuka hari saja seperti zaman aku sekolah dulu. Malah lebih rapi dan teratur seperti dikelola dengan standar tinggi. Supir Angkot yang berseragam, lengkap dengan Smartphone Blackberry yang ternyata masih marak di Tanjungpinang. Blackberry yang dimiliki supir angkot itu bukan untuk sekedar gaya, tapi bagi mereka adalah sarana untuk berkomunikasi dengan manajemen dan supir lainnya, bahkan dengan penumpang.

 

lalu………………………………..(bersambung)

Pelantar

Pelantar itu selalu menjadi sumber Inspirasi.

Disana, orang datang dan pergi tinggalkan harapan,

pergi membawa Cinta dan Kasih serta rindu yang bermastautin di Hati,

menyimpannya di lubuk hati yang paling dalam,

yang bersemai seiring waktu,

ditingkahi Suara Alunan Ombak dari Lautan yang penuh misteri,

Kembali,

Cinta bersemi di Pelantar,

ketika kapal merapat ke Dermaga,

ketika Tali Kapal berayun lalu bertaut

Ketika itu pula Rindu yang membuncah

akan tumpah pada masanya,

Berita : Cendol Hwa Tie Tanjungpinang

Karyawan Hua Tie menuangkan santan ke dalam bungkusan Cendol yang akan diberikan kepada pelanggan (f.dipa/isukepri)

Tanjungpinang – Sangat sedikit kuliner yang bisa bertahan selama tiga generasi dengan tetap menjaga konsistensi rasa. Salah satunya yang mampu bertahan selama tiga generasi itu adalah Cendol Abi Akau Potong Lembu Tanjungpinang. Ya, Cendol ini sangat akrab di lidah masyarakat Tanjungpinang selama 40 tahun lebih. Apalagi jika Ramadan tiba, kuliner ini menjadi favorit masyarakat pinang untuk menghiasi meja makan sebagai juadah berbuka puasa.

Es Cendol Abi ini, awalnya dibuka di Jalan Temiang Tanjungpinang dan kemudian sempat pindah beberapa kali. Antara lain ke Jalan Pos, sebelum akhirnya menetap di Potong Lembu hingga sekarang. Meski berubah tempat dan sudah beberapa generasi yang mengelolanya, namun nikmatnya rasa es cendol ini tak pernah berubah. Terhitung hingga saat ini sudah generasi ketiga yang mengelolanya dengan tetap konsisten terhadap rasa khasnya.

Saat ini yang mengelola adalah Generasi Ketiga, Hua Tie yang merupakan turunan ketiga dari Abi.
Hua tie sendiri sudah mulai Continue reading “Berita : Cendol Hwa Tie Tanjungpinang”